Tumpeng Sajian Paripurna yang Sarat Makna

Tumpeng putih dengan beragam lauk pendamping./foto: bekasiraya.co-ayu
Tumpeng putih dengan beragam lauk pendamping./foto: bekasiraya.co-ayu

Bekasiraya.co – Tumpeng merupakan bagian penting dari sebuah perayaan atau kenduri di masyarakat, terutama di Pulau Jawa. Biasanya tumpeng terbuat dari nasi kuning, nasi gurih, atau nasi putih biasa, yang ditata berbentuk kerucut dan dikelilingi aneka lauk pendampingnya.

Tumpeng kuning./foto: bekasiraya.co-ayu

Mengapa nasi tumpeng dibentuk kerucut? Konon itu terkait erat dengan tradisi sebagian masyarakat Indonesia pemeluk agama Hindu, yang meniru bentuk gunung suci Mahameru yang diyakini sebagai tempat bersemayam dewa-dewi. Itu sebabnya ada anggapan bahwa tumpeng merupakan sisa-sisa budaya Hindu.

Setelah agama Islam masuk dan berkembang di Jawa, budaya tumpeng diadopsi. Biasanya dalam acara syukuran atau kenduri, diawali dengan pengajian Al Qur’an. Seusai pengajian, tumpeng pun dikeluarkan dan disantap bersama. Sebagian masyarakat Jawa selain menyajikan tumpeng  juga menyajikan buceng yaitu sejenis tumpeng yang terbuat dari beras ketan.

Baik tumpeng maupun buceng sama-sama dilengkapi lauk tujuh macam. Angka tujuh dalam bahasa Jawa disebut pitu dan dianalogikan sebagai kata pitulungan yang artinya pertolongan. Kata tumpeng pun dianggap sebagai singkatan dari yen metu kudu sing mempeng, artinya bila keluar harus dengan sungguh-sungguh. 

Sementara buceng dianggap sebagai singkatan dari yen mlebu mesti sing kenceng yang berarti jika masuk harus sungguh-sungguh. Makna kedua kalimat tersebut digabungkan dengan kata pitulungan, dianggap mengacu pada surah Al Isra ayat 80 yang berbunyi: Dan katakanlah (Muhammad) ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong (ku)”.

Tumpeng merupakan bagian terpenting dalam sebuah perayaan, seperti acara perayaan ulang tahun, maka tumpeng bisa menggeser posisi kue ulang tahun. Pada perkembangannya, lauk tumpeng tidak lagi berjumlah tujuh macam. Bisa kurang atau lebih jumlahnya, tergantung juru masaknya. Buceng kini malah jarang dibuat, karena selain terbuat dari ketan dan kurang diminati, tumpeng saja sudah dianggap cukup. Sebagai hidangan paripurna yang penuh dengan harapan dan doa, tumpeng adalah satu dari sekian banyak budaya Indonesia yang masih dilestarikan hingga kini. (ayu)